Langsung ke konten utama

Konflik Batin dalam Novel Burung – burung Manyar



Sastra merupakan suatu lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagian besar sastra menampilkan gambaran kehidupan masyarakat (kenyataan sosial). Sastra lahir di tengah-tengah masyarakat, sehingga pada akhirnya sastra tetap melibatkan diri pada masyarakat.
Sastra muncul dari proses kreatif yang memerlukan daya cipta yang secara khas dimiliki oleh seniman, khususnya sastrawan. Dalam hal ini sastrawanlah yang berperan penting dalam tugas meneruskan kehadiran sastra yang setiap waktu dapat terjadi dalam masyarakat. Saya memilih novel tersebut karena rasa keingintahuan saya terhadap isi dari novel Burung - burung Manyar. Selain itu, novel tersebut ditulis oleh Y.B Mangunwijaya, seorang pengarang yang pernah mendapat penghargaan The Professor Teeuw Award di Leiden, Belanda, untuk bidang susastra dan kepedulian terhadap masyarakat.
Novel karya Y.B. Mangunwijaya ini sering disebut sebagai novel psikologis. Novel ini berkisah tentang anak manusia yang merasa gagal dalam menjalani kehidupan karena trauma pada masa lalunya. Setting cerita zaman modern dengan latar belakang kehidupan masa revolusi (penjajahan Jepang dan Belanda) dikisahkan oleh Mangunwijaya dengan sangat apik.
Cerita berpusat pada Sutadewa (Leo alias Teto), seorang anak kolong, pemuda yang berpendidikan tinggi, seorang dokter tamatan Universitas Havard yang menjadi ahli komputer di sebuah perusahaan besar di Amerika. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga tentara KNIL. Ayahnya seorang kepala garnisun II pada masa KNIL, Belanda berpangkat letnan. Maminya dikenal sebagai wanita indo bernama Marice, seorang wanita yang terkenal cantik.
Teto berasal dari keluarga yang cukup terpandang, ayahnya masih keturunan bangsawan keraton, sedangkan ibunya keturunan indo-Belanda. Segala kemauan Teto selalu dituruti oleh kedua orang tuanya. Ayahnya, Letnan Barjabasuki menjabat kepala Garnisun Divisi I di Magelang. Dengan demikian Teto bebas bergaul dengan anak-anak Belanda maupun Indo-Belanda. Masa kecil teto benar-benar penuh kebahagiaan. Teto sangat bangga pada ayahnya. Dia juga bercita-cita menjadi tentara KNIL Belanda seperti ayahnya. Ia percaya bahwa dengan bergabung dan mengabdi pada KNIL, kehidupannya akan menjadi lebih baik. Ia akan disegani dan dihormati masyarakat.
Ketika Jepang berhasil mengusir tentara KNIL Teto merasa sangat terpukul. Kehidupan keluarganya menjadi kacau. Ayahnya ditangkap dan disiksa Jepang, dan hampir saja dibunuh kalau saja ibunya tidak menyelamatkannya. Komandan tentara Jepang memberi pilihan kepada ibunya: menjadi wanita penghibur komandan Jepang atau nyawa suaminya melayang. Terdorong keinginan untuk menyelamatkan nyawa suaminya, terpaksalah Ibu Teto memilih menjadi wanita penghibur. Berkat pengorbanan ibunya inilah ayah Teto akhirnya dibebaskan oleh tentara Jepang.
Betapa hancur hati Teto menyaksikan penderitaan yang dialami kedua orang tuanya. Ia sangat dendam terhadap tentara Jepang yang telah menghancurkan keluarganya. Ketika kemudian tentara Jepang pergi dari Indonesia dan Belanda kembali ke Indonesia dengan berlindung di balik tentara Sekutu, Teto sangat gembira menyambutnya. Cita-citanya menjadi tentara KNIL bakal menjadi kenyataan. Karena dedikasi dan kedisiplinannya, Letnan Dua Teto sangat disenangi komandan KNIL. Dalam waktu dua bulan Teto sudah diangkat menjadi komandan patroli.
Itulah sedikit cerita awalan dari novel “Burung – burung Manyar” karya Y.B Mangunwijaya. Novel ini memang banyak disebut sebagai novel psikologis, karena isi ceritanya menunjukan berbagai konflik batin yang ditunjukan oleh tokoh “Teto. Ketika Teto masa kecil yang hidup berkecukupan memiliki segalanya hidupnya harus direbut ketika Jepang mendatangi Tanah Air, yang mengusir KNIL. Dengan begitu cepat, Jepang mampu menguasai segalanya.
“Dunia-serba-gemilang kami telah cepat runtuh. Jepang datang. KNIL kalah dan bubar.”
(Mangunwijaya 1981:25)
Bagi Teto, semua itu adalah peristiwa yang mencengangkan. Jepang telah menghancurkan mimpi – mimpi serta masa depannya. Jepang juga telah mengalahkan Belanda yang menjadi kebanggaannya selama ini.
“Dan, semakin terpencillah seluruh jiwaku kepada yang berbau Jepang... Sejak itu, aku bersumpah untuk mengikuti jejak Papi: menjadi KNIL.”
(Ibid 1981:34)
Dalam potongan cerita diatas, terlihat jelas bahwa Teto akhirnya mempunyai dendam mendalam pada Jepang setelah menghadapi konflik dalam batinnya. Y.B Mangunwijaya membungkus cerita ini sangat apik.
Daftat Pustaka
Mangunwijaya, Y.B. 1981. Burung – burung Manyar. Djambatan

yang lainnya

Ulasan Novel "Max Havelaar" karya Multatuli