Langsung ke konten utama

Ulasan Puisi “Jalan Buntu” Karya S.Rukiah



Mengejar dalam Kebuntuan tak Berujung


Buntu Kejaran
S. Rukiah (1927-1996)

Di jalan panjang,
Bertemu lagi
Aku dan ilham.
Dia ketawa tergila-gila
Mulut kuat enak mengejek
Cepat kukejar
Ia lari seperti binatang liar…
Di jalan buntu
Tertangkap ia kupegang erat
Menjerit
Terkejut telinga pekak.
Kubanting kembali
Lepas melancar lagi
Menari mengawang tinggi…
Di jalan buntu
Buntu lagi kejaranku
Darah panas melonjak kepala
Dan jiwa geram menghardik:
Aku belum bisa mengalahkan dia…

            Pertama kali ketika saya membaca karya – karya dari S. Rukiah Kertapati ini terasa dengan jelas bahwa karya – karyanya adalah gabungan dari kelembutan dan keberanian dari seorang perempuan yang berani menelanjangi kebenaran kenyataan yang ada pada saat itu. Termasuk salah satu puisi S. Rukiah yang berjudul “Buntu Kejaran”, puisi ini seperti berkisah tentang seseorang yang mengejar orang lain atau hal lain yang didasari oleh rasa dendam karena belum bisa mengalahkan hal atau orang yang dikejarnya. Atau bisa saja yang dikejar ini suatu hal yang menghilang dan pergi menjauh dari tokoh aku.

Dijalan panjang,
Bertemu lagi
Aku dan ilham.

            Bisa terlihat ketika diawal bait pertama ditunjukan bahwa tokoh Aku dalam puisi ini bertemu dengan Ilham. “Ilham” dalam lirik puisi ini bisa diartikan berbagai hal. Bisa itu nama orang, atau arti Ilham pada makna yang sesungguhnya. Apabila saya cermati lirik “Ilham” ini menurut saya merupakan kata Ilham pada makna yang sesungguhnya. Jadi, apabila dihubungkan dengan kehidupan pada masa puisi ini dibuat, S. Rukiah lagi – lagi mencoba menampilkan sebuah kenyataan pahit dalam kehidupan, bisa dilihat dalam puisi ini ada seseorang yang mengejar Ilhamnya sendiri yang pergi menjauh, karena situasi lingkungan masyarakat yang membuat ilhamnya menjauh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilham berarti suatu petunjuk Tuhan timbul dari hati, atau pikiran yang timbul dari hati. Maka ilham yang dimaksudkan tersebut adalah pikiran yang timbul dari hati tokoh Aku yang pergi menjauh dan mengejeknya sehingga Aku mengejar terus menerus ketika dia bertemu dengan ilhamnya.

Dia ketawa tergila-gila
Mulut kuat enak mengejek
Cepat kukejar
Ia lari seperti binatang liar…

Pada bait kedua ditunjukan bahwa ilham ini mengejek tokoh Aku hingga dikejarnya ilham tersebut oleh tokoh Aku. Diperlihatkan pula bahwa ilham ini lari seperti binatang liar, yang artinya bahwa pemikiran – pemikiran dari tokoh Aku ini mempunyai pemikiran yang berbahaya, entah itu berbahaya bagi khalayak umum ataupun bahaya bagi suatu rezim pemerintahan saat itu.

Di jalan buntu
Tertangkap ia kupegang erat
Menjerit
Terkejut telinga pekak.
Kubantung kembali
Lepas melancar lagi
Menari mengawang tinggi…

Kemudian pada bait ke – 3 ditunjukan bahwa ilham tersebut sempat tertangkap disebuah jalan buntu, namun kemudian ia menjerit mengejutkan tokoh Aku dan pergi lagi , menari mengawang tinggi meninggalkan tokoh Aku,

Di jalan buntu
Buntu lagi kejaranku
Darah panas melonjak kepala
Dan jiwa geram menghardik:
Aku belum bisa mengalahkan dia…

            Pada bait ke empat yang merupakan bagian akhir dari puisi ini, menunjukan sebuah kebuntuan bagi tokoh Aku. Bahwa harapannya untuk mendapatkan kembali ilhamnya lagi – lagi sirna untuk kesekian kalinya, malah yang didapatnya saat ini adalah darah dan jiwa yang geram juga panas karena belum bisa mengalahkannya. Setelah membahas arti per bait puisi tersebut, akan dibahas selanjutnya adalah struktur fisik dan batinnya.




Struktur Batin
1.      Tema               : Mengejar hal yang diinginkan
2.      Rasa                : kegelisahan dalam mengejar ilham yang pergi menjauh
3.      Nada               : Gelisah, tergesa – gesa dalam mengejar ilham. Juga adanya rasa dendam pada bait terakhir
4.      Amanat         : memperlihatkan bahwa yang namanya ilham, entah itu pertolongan dari Tuhan atau pemikiran yang timbul dari hati, hendaknya tidak dikejar dengan rasa yang menggebu – gebu, tetapi seharusnya ilham tersebut dijemput dengan hati yang bersih.
Struktur Fisik
1.    Tipografi         : tipografi dalam puisi ini biasa saja seperti puisi pada biasanya, dan tifografi dalam puisi ini tidak memengaruhi makna puisi ini.
2.  Diksi    : pemilihan kata dalam puisi cukup ringan, karena kebanyakan kata – katanya bermakna denotatif. Tetapi pada kata – kata seperti “Ilham”, memiliki makna konotatif, yakni bukan makna sebenarnya.
3.    Bahasa kias     : bahasa kias yang digunakan dalam puisi ini menggunakan majas personifikasi dan majas hiperbola. Terlihat pada apa yang dilakukan oleh “ilham”, yang menggunakan sifat manusia (personifikasi) dan seakan dilebih – lebihkan (hiperbola). Seperti pada lirik bait ke – 2 ” Dia ketawa tergila-gila
Mulut kuat enak mengejek”
,  atau pada bait ketiga “Tertangkap ia kupegang erat
Menjerit “







yang lainnya

Ulasan Novel "Max Havelaar" karya Multatuli

Ulasan Novel "Atheis" karya Achdiat K. Mihardja

Pesona Dirimu