Binatang Jalang
"Bilang juga pada
jahanam itu, jangan pikir cuma dialah keturunan Dewa Amatirashu, karena
itu jadi cuma dia yang jagoan! Aku juga keturunan Datu-Datu dari langit,
yang ketika lahir dibawakan pedang! Aku tidak akan mati! Aku sudah
bilang, aku mau hidup seribu tahun lagi! Dan dia pasti tahu itu"
(Sjuman, 2003:44)
Penggalan kata - kata
diatas keluar dari mulut sang Binatang Jalang kita. Ya, Chairil Anwar
namanya, dari omongannya diatas sedikit bisa menunjukkan bahwa Chairil
ini orang yang keras dan tak mau kalah. Memang selaras dengan sebagian
sajak - sajaknya yang sangat menggebu- gebu. Saya dibuat terpana sesaat
setelah membaca buku ini hingga usai. Bagaimana kehidupan seorang
penyair yang penuh perjuangan, juga dikelilingi perempuan - perempuan
manis, serta perilaku dari Chairil yang mungkin kelewat batas bagi orang
disekelilingnya.
Memang seperti apa yang
saya beritahukan pada deskripsi cerita, bahwa buku ini awalnya lahir
dari sebuah skenario film biografinya Chairil Anwar. Benar saja, tatkala
saya terbuai terjun mendalam membaca buku ini, saya seperti sedang
dipertontokan sebuah tayangan film dalam ruang imajinasi saya. Dari awal
hingga akhir, nyaris tak ada celah bagi saya sedikitpun untuk berpaling
pada hal lain selain meneruskan pikiran saya membaca buku ini hingga
tuntas.
Kemudian mengenai kisah
hidup Chairil, diperlihatkan bahwa Chairil adalah sosok manusia penuh
ambisi. Chairil muda telah mengelana ke Jakarta, juga bersahabat dengan
buku - buku bacaannya. Saya suka dengan sajak - sajaknya Chairil, seakan
ringan namun juga tak murahan, sajak-sajaknya selalu langsung masuk
tercena oleh pikiran saya. Juga dalam buku ini, dibeberkan juga
bagaimana awal mula sajak - sajak Chairil lahir. Seperti ketika nenek
tercintanya Chairil meninggal, ia sangat terpukul dan sedih, hingga
muncullah satu karyanya yang berjudul "Nisan". Dan kemudian bagaimana
sajak lainnya lahir, khalayak dapat mengetahuinya dengan membaca buku
ini.
Adapun kisah cinta dari
Chairil pun menjadi satu bumbu menarik dalam kisah hidupnya. Bagaimana
ya menyebutnya? Disebut romantis, bisa ya bisa tidak. Tetapi disebut
acuh, juga tidak. Chairil itu sosok lelaki yang sepertinya seperti punya
naluri penjinak yang nyata. Penjinak wanita tentunya. Buktinya, setiap
dia menemui wanita yang ia kagumi, selalu dengan langsung saja Chairil
melancarkan jurus penjinakannya yang mujur. Hingga kemudian ia akhirnya
tetap pada satu wanita yang ia nikahi, yakni Hapsah. Namun Hapsah hanya
salah satu wanita saja. Belum saja seperti Marsiti, Gadis Mirat, Sri,
Corrie, Ida, atau Roosye, juga Dien Tamaela, wanita - wanita dalam hidup
Chairil.
Selain dari pada jalan
hidupnya yang " kumaha aing weh lah!" begitu singkatnya mungkin kalau
kata orang Jawa belahan Barat. Kita tak bisa langsung serta merta
menilainya tak baik, karena bagaimanapun juga sumbangsih Chairil dalam
dunia kesusastraan Indonesia sangat besar. Ya, Chairil merupakan sosok
pelopor pembaruan seni sastra Indonesia, khususnya dibidang puisi-kalau
kemudian muncul Idrus yang disebut juga sebagai pembaharu dibidang
prosanya. Karena apa yang dibawa dalam sajak-sajaknya adalah bahasa yang
tak jauh dari kehidupan manusia sehari - hari. Menguak langsung
bagaimana pemikiran penyair, tanpa terlalu memikirkan bahasa yang
petatah petitih seperti puisi-puisi sebelum zaman Chairil.
Maka sangat benar
apabila Chairil tak akan terlupakan dalam dunia kesusastraan Indonesia,
karena karyanya dapat menembus ruang dan waktu, abadi. Selain karena
sumbangsihnya. Kini saya tak hanya mengetahui puisi-puisi atau
sajak-sajaknya saja, karena saya sedikitnya tahu sekarang perjalanan
hidup dari Chairil Anwar. Juga ketika beberapa rintangan dalam akhir
hidupnya yang cukup bisa menyayat hati khalayak pembaca. Saya rasa
membaca buku ini, salah satu kewajiban, mutlak, kudu, harus bagi
khalayak penikmat sastra.
Judul buku : "AKU" berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair
Karya : Sjuman Djaya
Cetakan ke : 2
Tahun : 2003
Penerbit : PT Metafor Indonesia, Jakarta
Karya : Sjuman Djaya
Cetakan ke : 2
Tahun : 2003
Penerbit : PT Metafor Indonesia, Jakarta