Langsung ke konten utama

Runtuhnya Si Kancil yang Cerdik dan Licik dalam ”Dongeng Kancil” karya Sapardi Djoko Damono




Runtuhnya Si Kancil yang Cerdik dan Licik dalam ”Dongeng Kancil” karya Sapardi Djoko Damono

Sebelum adanya karya – karya sastra besar seperti pada zaman Balai Pustaka atau zaman abad akhir 18, jauh sebelum itu masyarakat nusantara telah mengenal suatu cerita yang turun temurun, yakni cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan cerita yang berasal dari suatu masyarakat pada masa lampau dan berkembang dalam kehidupan masyarakat itu sendiri, juga menjadi ciri khas tiap bangsa. Penyebaran cerita rakyat biasanya melalui lisan atau dari mulut ke mulut dan tidak diketahui pengarangnya. Salah satu cerita rakyat yang paling melegenda dalam kehidupan masyarakat Indonesia ialah dongeng Si Kancil.
Si Kancil digambarkan sebagai tokoh yang cerdik dan licik, pintar mengelabui tokoh lainnya. Namun dalam “Dongeng Si Kancil” karya Sapardi, gambaran Si Kancil yang terkenal licik berhasil dijungkirbalikkan olehnya. Dalam cerita yang beredar di masyarakat si Kancil yang cerdik juga licik sangat berbeda adanya ketika Sapardi membuat tokoh Si Kancil ini terlihat begitu teledor dan bodoh, malah sampai terkena tipu oleh lawan – lawannya yang biasanya ia bodohi dalam dongengnya.
Jika dibandingkan dengan dongeng aslinya, “Dongeng Kancil” karya Sapardi ini terasa lebih segar atau baru, karena gambaran si Kancil berhasil diruntuhkan oleh Sapardi dan begitu terlihat tidak berdaya sekali ketika dihadapkan dengan temannya atau musuhnya. Seperti dalam bagian awal cerita, Kancil tengah meratapi nasibnya di dekat rumpun bambu setelah ia kena tipu oleh Macan. Kali ini Kancil yang tertipu bukannya ia menipu lawannya. Dalam cerita aslinya yang saya ketahui, Kancil yang bertemu dengan Macan ditanyai sedang menunggu apa, kemudian Kancil menjawab bahwa ia sedang menunggui sabuk Nabi Sulaiman dan kemudian yang terjadi  Macan memercayai omongan si Kancil dan tertipu, karena sebenarnya yang dimaksud sabuk Nabi Sulaiman oleh si Kancil ialah ular yang berbisa.
Namun sangat berbeda adanya dalam “Dongeng Kancil” milik Sapardi ini, Kancil yang diceritakan telah mengalami kesialan karena telah ditipu oleh lawannya yakni Harimau,

“Tapi apa jawab macan itu ? Cil, aku sudah tahu semua itu bohong. Kau akan menipuku lagi agar lidahku kujepitkan di sela – sela batang bambu itu. Katamu aku akan mendapat hadiah dari Kanjeng Nabi kalau meniup bambu itu. Begitu, kan? Lha itu kan siasat si Juru Dongeng agar anak – anak suka mendengar dongeng kancil.” (Damono “Jurnal Kalam 20” : 119)

Seperti apa yang telah dikutip, terlihat sangat jelas bahwa Kancil tengah terpojokkan oleh si Macan yang telah mengetahui bahwa semua yang dikatakan oleh si Kancil adalah rancangan atau siasat si Juru Dongeng. Di sini Kancil dibuat tidak berdaya dan harus mengikuti perintah si Macan atau ia sendiri akan tamat riwatnya menjadi santapan enak bagi si Macan. Selain itu, ada bagian cerita lain antara si Kancil dan Buaya yang selalu menjadi korban kelicikan si Kancil. Apabila biasanya Kancil akan mengelabui gerombolan Buaya untuk menjadi tempat menyebrang si Kancil di sungai, namun kali ini Buaya pun tidak mau jatuh ke lubang yang sama lagi,

“…Mereka tertawa ngakak ketika kusampaikan akal – akalanku itu. Kau percaya rancangan Juru Dongeng itu musti terlaksana? Kau keliru, Cil. Siapa pun sudah lama tahu mengenai dongeng itu. Kami tidak lagi mau dijadikan korban demi kemasyhuranmu. Maka aku pun mereka main – mainkan di bengawan sampai gelagapan, meskipun akhirnya mereka lepaskan setelah aku setengah mati. Mereka malah menyarankan aku agar mencari Juru Dongeng, menanyakan hal itu.” (Damono “Jurnal Kalam 20” : 120)

Kali ini si Kancil berhasil ditipu kembali oleh lawannya yang biasa ia tipu. Sekawanan buaya kali ini tidak mau kalah dari si Kancil dan mereka melawan si Kancil dengan dalih bahwa segala tindakan yang akan dilakukan si Kancil telah dirancang sedemikian rupa agar Kancil terlihat pintar dan cerdik. Namun dalam “Dongeng Kancil” karya Sapardi sesuai dengan kutipan diatas, membuktikkan kembali bahwa Sapardi Djoko Damono berhasil membedah seluruh gambaran si Kancil pada umumnya. Kancil dalam hal ini terlihat sangat tidak berdaya dan harus menuruti segala kemauan lawannya.
Setelah kejadian di bengawan itu, Kancil kemudian mencari si Juru Dongeng sampai tibalah ia di sebuah kebun milik Pak Tani, hingga ia tertangkap oleh perangkap milik Pak Tani. Dibawanya ia oleh Pak Tani ke rumahnya dan dikurung semalam untuk kemudian dijadikan sate untuk santapan tamu undangan pernikahan putrinya. Bagian cerita ini menunjukan kembali ketidakberdayaan si Kancil dalam menghadapi Pak Tani juga Anjing penjaga kurungan si Kancil.

“Kukatakan kepada si Korep itu bahwa ia akan mendapatkan kedudukanku sebagai menantu Pak Tani kalau mau menggantikanku menunggu dalam kurungan bambu sepanjang malam itu. Tapi apa katanya? Sudahlah, Cil, tak usah cerita macam – macam, aku sudah tahu rancangan Juru Dongeng itu. Kau mau dijadikan sate dan bukan menantu. Iya, kan? Dan karenanya tentu saja aku tidak mau menggantikanmu.” (Damono “Jurnal Kalam 20 : 121)

Sekali lagi, Sapardi berhasil membuat si Kancil tidak berdaya oleh si Anjing penjaga, dan ketiga kejadian yang sebelumnya telah dikutip cukup untuk membuktikkan bahwa Sapardi Djoko Damono sukses “menelanjangi” tokoh si Kancil dan meruntuhkannya.
Kemudian yang menarik dalam “Dongeng Kancil” milik Sapardi ini, ada satu tokoh yang beberapa kali disinggung, yakni si Juru Dongeng. Menurut saya, si Juru Dongeng di sini memiliki peranan penting dan menjadi tokoh yang selalu dianggap sebagai yang telah membuat  si Kancil terlihat pintar dan malah sekarang yang membuat si Kancil terlihat kebodohannya melalui perlawanan dari beberapa lawannya. Kemudian timbul pertanyaan siapa sebenarnya yang dimaksud tokoh Juru Dongeng dalam “Dongeng Kancil” ini?
Setelah membaca dengan lebih seksama dan teliti, saya menemukan sebuah dugaan siapa sebenarnya Juru Dongeng tersebut. Tetapi sebelumya, saya akan menjelaskan sedikit mengenai alur dari cerpen “Dongeng Kancil” ini. Cerita ini diawali dengan sudut pandang tokoh “Aku” yang diceritakan suka menyaru. Pada bagian pertama dan ketiga, sudut pandang cerita berada dalam tokoh “Aku”. Kemudian pada bagian kedua, sudut pandang cerita berada dalam kendali si Kancil yang tengah berkelana ke sana – ke mari mencari si Juru Dongeng. Pada bagian akhir cerita atau bagian ketiga, Sapardi mengulang kembali awal cerita dengan menempatkan kalimat – kalimat awal seperti cerita pada bagian pertama, yakni “Aku suka menyaru”.
Kalimat “Aku suka menyaru” menurut saya adalah kalimat kunci yang bisa menunjukkan siapa sebenarnya tokoh “Aku” dan Juru Dongeng yang dimaksud Sapardi dalam cerpen ini. Karena seperti yang diceritakkan dalam cerpennya, tokoh “Aku” ini suka menyaru, yang apabila diartikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V, kata “menyaru” artinya adalah menyamar. Ini yang menunjukkan bahwa tokoh “Aku” lah yang sebenarnya adalah Juru Dongeng itu sendiri yang dicari – cari oleh si Kancil. Karena tokoh “Aku” mempunyai suatu kebebasan bahwa ia bisa menjadi apa saja sesuai dengan siapa lawan bicara yang ia hadapi. Seperti yang ditunjukkan pada bagian pertama cerita,

“Aku selalu dianggap sebagai yang menyapa-Ku. Maksud-Ku, kalau ada gajah bertemu dengan-Ku, ia akan melihat-Ku sebagai seekor gajah, kalau ada manusia melihat-Ku, ia akan memperlakukan-Ku sebagai manusia, dirinya sendiri.”(Damono “Jurnal Kalam : 118)
           
Bagian cerita di atas bisa sedikit menunjukan bahwa tokoh “Aku” memiliki kebebasan dalam ceritanya. Seperti halnya si Juru Dongeng yang mempunyai kebebasan dalam bercerita karena ia sendiri yang mempunyai atau yang akan mendongengkan ceritanya sendiri. Maka dari itu, “Dongeng Kancil” karya Sapardi ini berhasil menambahkan satu tokoh yang kehadirannya menjadi sangat penting, karena si Juru Dongeng atau tokoh “Aku” inilah yang menjadi asal muasal penyebab si Kancil “ditelanjangi” oleh Sapardi Djoko Damono. Berbeda halnya dengan dongeng – dongeng si Kancil yang beredar di masyarakat yang ceritanya sudah disetujui sedari dahulu bahwa si Kancil memang telah digariskan bahwa ia tokoh yang licik dan pintar mengelabui.
Maka dari itu, Sapardi Djoko Damono sebagai sastrawan besar serta mempunyai pengaruh dalam dunia kesusastraan Indonesia berhasil mencantolkan karyanya pada sebuah cerita rakyat yang telah ada sejak zaman dahulu. Hal ini merupakan sebuah cara yang segar dalam membuat sebuah karya, karena dengan meminjam sebuah cerita yang telah dikenal umum oleh masyarakat luas akan memudahkan pengarang untuk menyelipkan tujuannya dalam karyanya tersebut. Seperti apa yang dilakukan oleh Sapardi Djoko Damono yang memberikan sebuah penyegaran dalam cerita rakyat si Kancil dengan meruntuhkan gambaran umum tokoh si Kancil yang licik dan cerdik, dengan cara memerlihatkan sisi lain dari si Kancil sehingga ia terlihat berbeda sekali seperti pada umunya.

Daftar Pustaka
Darmono, Sapardi Djoko.”Dongeng Kancil”. Kalam Jurnal Kebudayaan No. 20 Th 2003 http://salihara.org/sites/default/files/kalam20.pdf (Diunduh 3 Oktober 2018)
           
           
           

yang lainnya

Ulasan Novel "Max Havelaar" karya Multatuli