Gambar 1.1 (hubungan teater dengan penonton) |
Seni
pertunjukkan, dalam hal ini adalah teater, sangat membutuhkan satu elemen
kolektif yang bernama “penonton”. Mustahil kelompok-kelompok teater bisa hidup
tanpa adanya kehadiran penonton. Ya tentu saja lah, bagaimana bisa para pelaku
teater yang sudah mempersiapkan garapan selama tiga sampai enam bulan bahkan lebih, tapi di hari H
nihil penonton yang mengapresiasi? Sebenernya sih bisa-bisa saja, tetapi bukankah
pentas teater memang ditujukkan untuk para penonton ?. Kita balik lagi pada
hakekatnya seorang penonton. Mereka datang ke gedung pementasan tentu untuk
mencari hiburan. Atau ada pula yang datang karena ikut-ikutan saja, ada juga
yang ingin melihat teman yang kebetulan main menjadi aktor. Terlepas dari
segala latar belakang serta alasan mereka untuk nonton teater, tetapi yang
perlu digarisbawahi di sini adalah mereka datang secara sukarela. Mereka meluangkan
waktu, musti capek-capek datang ke gedung pementasan, dan bahkan harus membayar
pula untuk membeli karcis. Kan kalo dipikir-pikir lagi, ngapain saya cape-cape
nonton teater ? toh zaman sekarang banyak media hiburan yang lain.
Saya
pun pernah menonton teater, dan yang saya cari adalah suguhan teater yang mampu
merangsang daya pikir saya sebagai seorang yang juga memiliki minat dalam
teater. Tetapi seringkali saya dikecewakan ketika pementasan baru seperempat
jalan dimainkan. Suatu waktu saya pergi ke Bandung, dengan rencana akan
menonton pementasan teater. Setelah sampai di sana, walau agak sedikit telat
tapi panitia masih memaklumi dan mempersilakan saya masuk. Baru saja saya duduk
barang sepuluh menit. Mata serta pikiran sudah saya fokuskan ke panggung, tapi
yang saya dapat cuma pertunjukkan teater sekaliber anak SMA seperti di
acara-acara internal sekolah. Mood saya turun, tapi dengan tetap fokus pada
pertunjukkan hingga tirai panggung ditutup. Walaupun demikian, tentu saya tahu
bagaimana lelahnya menggarap sebuah pertunjukkan teater. Jadi pada akhirnya,
yang saya ambil tiap kali nonton teater adalah bertemu dengan kolega-kolega
sefrekuensi yang ada di sana.
Itulah
mungkin sekilas pandangan saya sebagai seorang penonton teater. Namun ternyata
ada beberapa macam penonton teater masa kini. Ini adalah hasil dari pengamatan
saya, bukan berdasarkan teori atau kajian seorang professor. Menjadi pelaku
teater sekaligus penonton teater di masa kini memang sangat menantang. Tapi
bukankah tantangan itu yang membuat kita justru betah bersembunyi di balik belukar
teater. Berikut adalah beberapa jenis penonton teater berdasarkan apa yang saya amati. Yang pertama, ada jenis penonton yang so so an. Mereka
datang untuk menonton teater dengan pikiran yang skeptis pada
pertunjukkan yang akan ditontonnya. Penonton macam begini, biasanya
berpenampilan layaknya seorang seniman, dia mencitrakan dirinya sebagai orang
yang nyeni banget deh. Biasanya setelah usai pementasan mereka bakal
langsung berceloteh tentang isi dari pementasan yang baru saja ditonton. Karena
merasa dirinya paling nyeni banget, jadi komentar yang terlontar dari
mulutnya bernilai seperti firman Tuhan. Umumnya penonton macam begini adalah seseorang
yang baru saja berkenalan dengan teater.
Kedua,
penonton latah atau dengan kata lain yang cuma
ikut-ikutan saja. Biasanya mereka datang ke pementasan karena kewajiban moral
untuk menonton teman dekat yang kebetulan terlibat dalam pertunjukkan. Apalagi
jika teman yang terlibat tersebut bermain sebagai aktor. Tentu makin wajib saja
dia untuk datang ke pementasan. Mereka adalah jenis penonton yang tidak terlalu
tahu menahu tentang teater. Mereka hanya tahu kalau teater adalah akting-aktingan
saja. Tetapi kehadiran mereka sangat diharapkan oleh teman-temannya yang
terlibat dalam pementasan. Ditonton oleh kerabat, teman, keluarga sendiri tentun menjadi satu kebanggaan bagi para pelaku teater. Selain merasa dihargai tentunya sebagai ajang untuk
mempertunjukkan hobi dan minatnya pada teman-temannya.
Yang
ketiga ada jenis penonton yang pendiam.
Mereka adalah penonton yang dengan sukarela datang menonton teater tanpa
mengharapkan apa-apa. Bahkan biasanya mereka datang sendirian pun pasti mau.
Penonton jenis inilah yang kadang luput dari pengamatan pelaku teater.
Kehadirannya begitu penting, karena mereka inilah yang mengisi ruang-ruang
kosong dalam gedung pementasan. Jika pertunjukkan telah usai, ya sudah, bagi
mereka hiburan pun usai dan memilih untuk langsung pulang saja. Namun penonton
teater jenis ini jarang ditemui, karena kehadirannya begitu senyap dan langka.
Yang
keempat adalah penonton romantis. Seseorang pernah
bilang pada saya, “teater tanpa cinta, adalah teater yang membosankan”.
Mungkin ada benarnya juga omongan beliau. Dan memang, dalam suatu kelompok
teater selalu ada saja pasangan yang memadu kasihnya di belantara hutan bernama teater. Begitupun
halnya dengan penonton yang selalu membawa pasangannya ketika menonton
pertunjukkan teater. Sepasang kekasih ini biasanya menonton teater sebagai dalih agar
punya waktu berduaan di ruang yang gelap (ruang penonton kan biasanya
digelapkan). Maka tentu dong, hadirnya ruang gelap atau remang-remang adalah
tempat yang pas bagi mereka yang ingin memadu kasih. Tapi biasanya penonton
jenis ini tidak fokus pada pementasan, mereka hanya fokus pada tangannya
masing-masing, pada bibir serta gigitannya. Mereka mencoba untuk tetap tidak
bersuara saat fenomena duniawi tersebut berlangsung. Segalanya harus diam-diam,
segalanya harus hening dan rapi.
Yang
kelima, adalah jenis penonton yang penasaran.
Penonton jenis inilah yang kiranya merupakan harta berharga bagi para pelaku
teater. Apalagi bagi kelompok teater di daerah-daerah yang masih merintis. Alasan mereka menonton pementasan adalah penasaran dengan yang namanya
“teater”. Mereka sangat buta dan tidak tahu menahu tentang teater. Mereka cuman penasaran saja, ingin tahu bagaimana sih rasanya
nonton teater, atau bagaimana sih teater itu. Dan kalau pementasan teater yang
ditontonnya menarik, niscaya penonton jenis ini akan ketagihan. Teater memang berpotensi membuat kita kecanduan. Bahkan tak jarang, mereka ini akan mulai
ikut bergabung dengan kelompok teater yang ditontonnya, dan menjadi cikal bakal
pelaku teater selanjutnya. Saya menemui penonton jenis ini kebanyakan dari
kalangan usia remaja yang masih sekolah, kisaran anak SMP hingga SMA.
Antusiasme mereka terhadap teater sangat besar. Maka para pelaku teater harus
bisa menjaga api semangat mereka ke depannya.
Menonton
teater adalah aktivitas yang melelahkan. Walaupun di satu sisi kadang kita
merasa terhibur. Begitulah kiranya jenis-jenis penonton menurut pemangatan
saya. Terlepas dari segala jenis dan alasannya, penonton teater tetaplah
penting. Penonton adalah raja, dan pelaku teater adalah badut kerajaan.
Kasarnya mungkin begitu. Dengan kata lain, penonton dan teater adalah sesuatu
yang berkelindan. Keduanya tak dapat dipisahkan dan akan terus saling mengisi
dan membutuhkan. Saya kira tak hanya di teater, di bidang seni lain pun begitu.
Jadi menurut khalayak pembaca, adakah jenis penonton yang lain ?