Langsung ke konten utama

Halte dan Hujan


Bagai parasit menempel pada tubuh inangnya yang kian waktu menyebabkan tubuh inangnya melemah atau bahkan hancur. Tetapi bisa saja tubuh inang tersebut malah bertambah kuat. Sama halnya dengan masalah yang kiranya tak dapat dipisahkan dengan perjalanan hidup manusia.
Di dunia tua yang sudah berusia lebih dari ratusan juta atau bahkan miliayaran tahun. Setiap harinya, manusia diseluruh penjuru muka bumi ini (7.456.000.014 manusia) membawa masalahnya masing – masing. Ada yang kemudian merasa lemah karena masalahnya terlalu rumit, ada yang pasrah menerima segala masalah bertubi – tubi mampir dalam kehidupannya, ada pula yang terus berjuang melawan masalahnya agar terbebas darinya, bahkan ada juga yang bangga akan masalahnya sendiri, serta ada juga yang malah menjadi berdiri kokoh dalam melewati segala masalahnya, dan tak lupa pula ada yang malu akan masalah yang terus menghampiri tiap waktu.
Masalah, bisa saja menjadi hal yang membuat seseorang menyerah, tetapi bisa juga menjadi suatu proses dimana seseorang mengerti akan kedewasaan dalam menghadapi kehidupan.
Hari ini, di jam pulang kerja aku tengah berdiri disebuah halte bus seperti biasanya, dan mengharuskan aku untuk selalu berkecimpung melihat berbagai macam orang dengan masalahnya sendiri dari berbagai kalangan. Di halte ini, aku bisa melihat kemajemukan individu dengan masalahnya masing – masing. Aku dapat melihat bahwa setiap orang membawa permasalahan yang berbeda, sangat mudah bagiku untuk langsung menilai serta memahami masalah dari tiap orang dengan hanya melihat raut muka dan sikap mereka ketika sedang menunggu datangnya bus.
Ada seorang pegawai bank lengkap dengan seragamnya sedang terlihat kesal menunggu bus, aku dapat langsung menyimpulkan bahwa dia telah dimarahi oleh atasannya karena lalai dalam bekerja. Disudut tempat duduk lain, mahasiswi cantik yang sedari tadi hanya melamun saja, dapat dipastikan bahwa mahasiswi tersebut baru saja patah hati setelah melihat pria yang sangat dicintainya selingkuh dengan perempuan lain. Kemudian ditengah – tengah tempat duduk halte bus yang kian sempit karena banyaknya orang yang ingin duduk, aku melihat seorang pria paruh baya dan sejenak aku langsung terheran – heran, karena sedari tadi dia hanya terduduk sembari tidur.
“Apa? Tidur?” Bagaimana mungkin dia bisa tertidur tanpa memikirkan masalahnya?”Gumam hatiku
Secara dia berpakaian seperti layaknya orang yang tidak peduli terhadap penampilan. Dia hanya mengenakan kaos abu dengan sebuah ransel usang dan agak compang – camping juga kusam. Begitupun halnya dengan celana jeans yang dikenakannya sudah terlihat kotor. Dia tertidur sangat pulas, bahkan mungkin apabila nanti saat bus telah tiba ia pasti masih tidur bermain dalam cerita mimpinya.
Aku masih belum bisa menerka dan mengetahui apa masalah yang tengah dialami oleh pria paruh baya itu. Atau mungkin ia bahkan tidak mempunyai masalah sama sekali ? Ahh, itu sangat tidak mungkin, ketika ada manusia dalam kehidupannya tidak ditemani oleh masalah. Sudahlah, daripada aku pusing memikirkannya, lebih baik aku tak ambil pusing saja dan kembali berpusat untuk menunggu bus yang belum juga muncul menampakan diri.
Cuaca sore ini sangat tidak bersahabat dengan manusia, karena saat ini awan hitam tengah memayungi seluruh permukaan tanah kota ini, dan sebentar lagi sepertinya rintik air akan segera berjatuhan mencium tanah. Dan benar saja, tak lama kemudian peristiwa alam yang ladzim dinamakan hujan pun terjadi. Namun, sungguh suatu kebetulan karena bus yang aku tunggu akhirnya datang juga. Dengan rusuh dan tergesa – gesa aku beranjak dari tempatku untuk kemudian melangkahkan kaki menuju pintu belakang bus. Betapa beruntungnya aku hari ini karena dapat kebagian tempat duduk setelah dua hari kemarin aku hanya bisa berdiri ditengah – tengah bus dengan menampakan wajah kesal.
Syuhh. Aku duduk dikursi paling belakang namun rasanya diriku seperti duduk dikursi singgasana seorang raja, sungguh nikmat aku dapat duduk disini setelah penat bekerja akhirnya aku pulang dengan tenang karena dapa tempat duduk. Secara tidak sadar, aku memejamkan mata dan terbuai akan suasana tenang dalam diriku, berharap agar perjalanan ini baik – baik saja sampai aku tiba dirumah.
Ketika aku sedang menikmati perjalan, dalam pejamku terdengar suara khas sambutan dari seorang pengamen. Aku sudah dapat menebak bahwa nantinya pengamen ini akan menyanyikan satu atau dua lagu pop dari band yang sedang terkenal saat ini. Halah, sudah terlalu bosan aku mendengar lagu – lagu recehan itu.
Tetapikemudian yang kudengar bukanlah suara gitar dan lagu pop recehan, namun yang saat ini merasuk dalam telingaku adalah suara suling. Betapa terkejutnya aku karena baru kali ini aku mendengar pengamen memainkan suling. Dan sungguh indahnya lantunan nada suling tersebut hingga aku terbuai menikmati kelembutan irama dari pengamen tersebut. Suara suling yang memanjakan telinga ini sangat cocok dengan suasana bus yang memang butuh ketenangan.
Lama -lama aku semakin penasaran akan siapa sebenarnya pengamen yang mampu menghipnotis semua penumpang bus ini. Dan betapa terkejutnya aku ketika membuka mata, aku melihat seorang pria paruh baya tengah memainkan jari tangannya pada sebuah suling, ia juga mengenakan kaos abu dan menggendong ransel tuanya.
Akhirnya terjawab sudah kepenasaranku akan pria paruh baya yang tadi tertidur di halte, ternyata dia hanya seorang seniman jalanan yang hidupnya sungguh tanpa beban. Masalah dan beban hidupnya nyaris tidak ada, padahal ia hanya pengamen. Seketika aku seperti ditampar keras lantunan nada suling itu. Aku yang telah berpenghasilan tetap dan bekerja enak masih saja selalu sibuk memikirkan dan menilai masalah orang lain juga mengeluh akan jalan hidupku sendiri.

11 Maret 2017

yang lainnya

Ulasan Novel "Max Havelaar" karya Multatuli

Ulasan Novel "Atheis" karya Achdiat K. Mihardja

Pesona Dirimu