Seekor Burung bertengger pada dahan Pohon Tua yang telah usang nan rapuh dimakan usia. Kemudian Burung itu bertanya,
“Apa dirimu tidak jemu hidup seperti ini? Hanya berdiam diri, mematung, sendirian, dan menunggu untuk ditebang oleh manusia?” Namun, Pohon Tua itu hanya diam tak menjawab. Tetapi Burung tersebut kembali bertanya,
“Hey, aku merasa iba dan kasihan padamu. Kini kau hidup sendiri, kemana teman – temanmu dulu yang ada disini?”
Burung bertanya dengan nada dan gesture yang menjengkelkan. Namun Pohon
Tua itu tetap diam tak menggubris dan sabar mendengar perkataan dari
Burung itu
.
“Ohhhh… Yaa iya… Aku tahu. Aku tahu
kawan, bahwa pasti mereka telah ditebang ya? Oleh makhluk – makhluk
serakah itu ? Sungguh malang nasibmu kawan, sekali lagi aku merasa iba
padamu. Hidup seorang diri, tak ada teman, sudah tua, dan mungkin
tinggal menunggu 3 sampai 5 tahun lagi kau akan ditebang.” Cemooh si Burung.
“Hahhh untung saja aku punya sayap,
jadi apabila ada manusia yang hendak memburu atau menembakiku aku
tinggal terbang saja menjauh dan menghindar. Ya kan ?” Lagi – lagi Burung itu seakan menikmati cemoohannya pada Pohon Tua itu.
Setelah si Burung merasa puas karena
telah memainkan kata – kata hinaan tersebut, ia lalu mengepakkan
sayapnya dan terbang meninggalkan sang Pohon Tua. Pohon tua itu hanya
bisa tertawa kecil akan tingkah laku si Burung tadi dan bergumam didalam
hatinya,
“Kau tak tahu apa yang sebenarnya
aku rasakan. Karena ya memang beginilah aku, seperti inilah hidupku
sekarang, dan mungkin inilah takdirku hidup menyendiri ditengah makhluk
hidup lainnya yang tak tahu arti bersyukur. Serta ini juga peranku
didunia ini.”
“Apa kau tidak sadar ? Dirimu bisa
terbang bebas melintasi cakrawala, bermain manja dengan langit diatas
sana, sampai bertengger pada bahuku, dan kau bisa mengepakkan sayapmu
pun karena aku masih hidup. Apa kau tidak menyadari akan hal itu ? Aku
dan saudara – saudaraku ditempat lain yang mempunyai peran penting bagi
kehidupan.”
“Tidak Burung, tidak manusia dua –
duanya sama tak tahu arti peran dalam kehidupan. Aku lebih tidak habis
pikir lagi terhadap tingkah laku manusia yang terus membunuh kami
(Pohon) ? Untuk apa sebenarnya mereka menebang kami ? Untuk bahan
membangun rumah ? membuat tisu ? atau bahkan membuat pegangan kapak yang
kalian pakai untuk menebang kami ?”
“Mungkin kalian akan tersadar apabila
nanti seluruh pohon didunia merencanakan untuk bunuh diri bersama dan
tak akan ada lagi sepucuk pohon dibelahan muka bumi ini. Tatapi apapun
itu, disinilah aku. Tua, rapuh, sendirian. Namun aku… Aku masih ingin
menuntaskan peranku ini.”