Langsung ke konten utama

Dialog Pohon

Seekor Burung bertengger pada dahan Pohon Tua yang telah usang nan rapuh dimakan usia. Kemudian Burung itu bertanya,

“Apa dirimu tidak jemu hidup seperti ini? Hanya berdiam diri, mematung, sendirian, dan menunggu untuk ditebang oleh manusia?” Namun, Pohon Tua itu hanya diam tak menjawab. Tetapi Burung tersebut kembali bertanya,

“Hey, aku merasa iba dan kasihan padamu. Kini kau hidup sendiri, kemana teman – temanmu dulu yang ada disini?”
  Burung bertanya dengan nada dan gesture yang menjengkelkan. Namun Pohon Tua itu tetap diam tak menggubris dan sabar mendengar perkataan dari Burung itu
.
“Ohhhh… Yaa iya… Aku tahu. Aku tahu kawan, bahwa pasti mereka telah ditebang ya? Oleh makhluk – makhluk serakah itu ? Sungguh malang nasibmu kawan, sekali lagi aku merasa iba padamu. Hidup seorang diri, tak ada teman, sudah tua, dan mungkin tinggal menunggu 3 sampai 5 tahun lagi kau akan ditebang.” Cemooh si Burung.
“Hahhh untung saja aku punya sayap, jadi apabila ada manusia yang hendak memburu atau menembakiku aku tinggal terbang saja menjauh dan menghindar. Ya kan ?” Lagi – lagi Burung itu seakan menikmati cemoohannya pada Pohon Tua itu.

Setelah si Burung merasa puas karena telah memainkan kata – kata hinaan tersebut, ia lalu mengepakkan sayapnya dan terbang meninggalkan sang Pohon Tua. Pohon tua itu hanya bisa tertawa kecil akan tingkah laku si Burung tadi dan bergumam didalam hatinya,

“Kau tak  tahu apa yang sebenarnya aku rasakan. Karena ya memang beginilah aku, seperti inilah hidupku sekarang, dan mungkin inilah takdirku hidup menyendiri ditengah makhluk hidup lainnya yang tak tahu arti bersyukur. Serta ini juga peranku didunia ini.”
“Apa kau tidak sadar ? Dirimu bisa terbang bebas melintasi cakrawala, bermain manja dengan langit diatas sana, sampai bertengger pada bahuku, dan kau bisa mengepakkan sayapmu pun karena aku masih hidup. Apa kau tidak menyadari akan hal itu ? Aku dan saudara – saudaraku ditempat lain yang mempunyai peran penting bagi kehidupan.”

“Tidak Burung, tidak manusia dua – duanya sama tak tahu arti peran dalam kehidupan. Aku lebih tidak habis pikir lagi terhadap tingkah laku manusia yang terus membunuh kami (Pohon) ? Untuk apa sebenarnya mereka menebang kami ? Untuk bahan membangun rumah ? membuat tisu ? atau bahkan membuat pegangan kapak yang kalian pakai untuk menebang kami ?”
“Mungkin kalian akan tersadar apabila nanti seluruh pohon didunia merencanakan untuk bunuh diri bersama dan tak akan ada lagi sepucuk pohon dibelahan muka bumi ini. Tatapi apapun itu, disinilah aku. Tua, rapuh, sendirian. Namun aku… Aku masih ingin menuntaskan peranku ini.”

yang lainnya

Ulasan Novel "Max Havelaar" karya Multatuli